PREDIKSI GEMPABUMI
Prediksi gempabumi merupakan kegiatan yang sangat mengandung resiko sosial dibanding dengan prakiraan cuaca. Secara teoritis gempabumi merupakan gejala alam biasa oleh sebab itu sebelum peristiwa alam itu terjadi semestinya akan terdapat perubahan parameter fisis yang mendahuluinya atau yang disebut sebagai precursor. Yang menjadi masalah adalah secara operasional untuk melakukan pengamatan precursor ini memerlukan usaha dan dana yang tidak sedikit.
Dari banyak precursor itu diantaranya adalah hasil eksperimen di laboratorium menunjukkan bahwa sebelum terjadi gempabumi maka batuan di sekitarnya akan mengalami perubahan parameter-parameter seperti : tahanan listrik akan menurun, adanya perubahan stress dan strain, adanya fluktuasi unsur radon, perubahan permukaan air bawah tanah, perubahan suhu air bawah tanah, dan lain-lain.
Kegiatan prediksi gempabumi, mencakup tiga hal yaitu, kapan gempabumi akan terjadi, dimana terjadinya dan seberapa besar kekuatannya. Di Jepang kegiatan ini mulai dilakukan sejak tahun 1965 dimana dalam perencanaannya terdapat empat bagian, yaitu pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka panjang, pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka pendek, penelitian dasar, dan kerjasama dengan institusi luar.
Pada prediksi jangka panjang pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan geodesi, geomagnet, geologi, seismologi, seismic velocity, statistik dan lain-lain. Sedangkan untuk jangka pendek melakukan pengamatan geodesi (survei ulang pengamatan ground movement, temporal variation dan gravity), geochemical (ground water level, ground water quality, dan unsur-unsur radio aktif), dan pengamatan geomagnet. Sedang penelitian dasar meliputi percobaan-percobaan di laboratorium dan di lapangan yang meliputi experiment fracture dari sample batuan, pengukuran stress, dan lain-lain.
Di Amerika Serikat, kegiatan prediksi gempabumi diprioritaskan pada studi dasar mengenai crustal strain dan seismic monitoring yang dititik beratkan pada understanding of the seismic rupture process, serta eksperimen lapangan yang dilakukan untuk meramal gempa di areal South California dengan pengamatan strain meter, ground water level.
Di Cina kegiatan ramalan gempabumi dilakukan dengan intensif dan dikonsentrasikan pada pengamatan precursor. Di negara itu telah dibagun jaringan pengamatan precursor yang terdiri dari ratusan stasiun pengamatan crustal deformation, hydro chemestry, ground water level, magnet bumi, dan ground resistivity, serta banyak stasiun pengamatan yang lain seperti gravity, stress-strain dan electromagnetic.
Kegiatan prediksi gempabumi di Cina dilakukan dengan empat metode, yaitu: seismo-geological method, statistic analisys of seismicity (Gutenberg Richter Law), Corelation analisys ( position of / solar activity, gravity) dan precursor method. Diantara 4 metode tersebut yang menjadi andalan adalah metode pengamatan precursor. Pada metode ini prinsipnya adalah sebelum terjadi gempabumi akan didahului oleh anomali parameter-parameter fisis seperti perubahan yang menyolok dari parameter stress-strain, temperatur air bawah tanah, unsur radioaktif, geomagnit, resistivity, gravity, dan lain-lain bahkan akan ada perubahan dari tingkah laku binatang. Metode pengamatan precursor dipakai untuk prediksi jangka sedang dan pendek sedangkan metode yang lain dipakai untuk jangka panjang.
Dalam seismologi kita kenal precursory seismisity yang dibedakan menjadi tiga yaitu seismicity patern (seismic gap,variasi b value, dan lain-lain), source and medium parameters (stress drop, q value, variasi kecepatan gelombang, dan lain-lain), dan pembedaan urutan gempa (fore shock dan precursory swarm).
Secara teoritis gempabumi memang dapat diprediksi, namun para peneliti mengalami kesulitan karena beberapa hal, diantaranya: terbatasnya kondisi pengamatan terutama peralatannya, tidak periodiknya aktivitas gempabumi, ketidak tentuannya proses gempabumi, dan luasnya daerah jangkauan.
Selain dengan metode observasi precursor terdapat banyak metode dalam prediksi gempabumi, diantarnya: seismicity gap, seismicity band, increased seismicity, preseismic squance, variation of b value, source and medium parameters, wave velocity variations, fore shocks squance.
Salah satu contoh kegiatan prediksi gempa di Cina yang sangat sukses adalah peristiwa gempabumi Menglian yang terjadi pada 12 Juli 1995 dengan Magnitude Ms = 7,3 satu hari sebelum gempa utama terjadi diumumkan kepada masyarakat sehingga korban jiwa dapat dihindarkan.
Di Indonesia kegiatan prediksi gempabumi dilakukan melalui penelitian secara individual oleh personil BMG, ITB dan beberapa instansi lain yang umumnya dilakukan dengan metode statistik menggunakan perhitungan periode ulang gempabumi.
Periode ulang gempa bumi maksudnya adalah bahwa gempa bumi dengan skala tertentu (misalnya M=8) akan terulang kembali di daerah yang sama pada kurun waktu tertentu. Perhitungan periode ulang ini memerlukan data paling tidak satu periode, lebih panjang lebih baik. Namun catatan gempa bumi dengan peralatan, baru dimulai pada awal abad 20. Karena itu untuk memperpanjang periode pengamatan, dibantu dengan catatan intensitas gempa yang sudah dimulai sejak awal abad masehi. Selain itu penelitian paleoseismik juga bisa membantu memperpanjang periode pengamatan.
Gempa yang sama kekuatannya dengan gempa pada 4 Juni 2000 di Bengkulu pernah terjadi dua kali pada 1833, 1914. Sehingga banyak yang setuju dengan teori prediksi gempabumi memakai metode periode ulang berkisar 80 tahun. Disamping itu terdapat juga gempa yang ukurannya lebih kecil dengan periode ulang lebih pendek.
Perhitungan matematis periode ulang gempa bumi di Sumatra oleh peneliti BMG (Rasyidi Sulaiman dan Robert Pasaribu, 2000) menunjukkan bahwa periode ulang di Sumatra Selatan berkisar antara 8-34 tahun dengan nilai tengah 21 tahun. Gempa pada tahun 1979 di Bengkulu yang cukup besar dengan M=5.8, MMI=VIII, sedangkan gempa berikutnya adalah Juni 2000 (1979+21tahun).
Gempabumi di lautan Indonesia sebelah selatan Jawa Barat dengan magnitude 8,1 SR terjadi pada tahun 1903 telah dihitung periode ulangnya dengan metode Weibul (Subardjo, 1990) kurang lebih 125 tahun atau dalam jangka waktu antara 108 – 122 tahun.
1. Periode Ulang Gempabumi Distribusi Weibull
Kemungkinan terjadinya gempabumi pada selang waktu t dan t + t adalah l(t) dan oleh Weibull dinyatakan dalam formula:
l(t) = k tm ……………………………..(9.1-1)
k dan m adalah konstanta dimana k > 1 dan m > -1. Probabilitas kumulatif kejadian gempabumi antara waktu nol dan t yang diberi notasi F(t) dengan reliabilitas R(t) didefinisikan sebagai :
R(t) = 1 – F(t), dan
R(t) = exp.( – ò (t) dt
= exp. {- (kt m+1)/ (m+1)}………..(9.1-2)
Sedang probabilitas densitas dari suatu kejadian gempabumi dirumuskan sebagai berikut:
f(t) = – dR(t)/dt
= k tm exp.{- (kt m+1)/ (m+1)} ……(9.1-3)
Dengan cara momen ke r suatu perubah acak t dinotasikan sebagai Mr, yaitu nilai peluang t pangkat ke r, dengan r = 1,2,3,……n; maka diperoleh bentuk sebagai berikut:
~
Mr = E(t r) = ò t f r (t) dt
~ o
= ò k tm+r exp.{- (kt m+1)/ (m+1)}dt ……(9.1-4)
o
Jika: (kt m+1)/ (m+1) = X dan t m+1 = {(m+1)/k }X, maka
t = [{(m+1)/k }X ] 1/(m+1) ………………..(9.1-5)
selanjutnya diturunkan ke dx/dt diperoleh:
{k/(m+1)} (m+1) tm dt = dx ……………….(9.1-6)
dimana dt = dx / k tm
dt = dx / k [{(m+1)/k}x]m/(m+1)
akan didapat:
Mr = E(t r) = {k/(m+1)}-r/(m+1) ò X(m+r+1)/(m+1) -1 exp.(-x) dx …(9.1-7)
dimana : ò X(m-1) exp.(-x) dx = m ; m>0
akhirnya diperoleh:
Mr = E(t r) = {k/(m+1)}-r/(m+1) {(m+r+1)/m+1)} ….(9.1-8)
Didapat rumusan periode ulang gempabumi sebagai berikut:
Untuk r = 1;
M1 = E(t) = {k/(m+1)}-1/(m+1) {(m+2)/m+1)} ……(9.1-9)
Untuk r = 2; M2 = E(t) = {k/(m+1)}-2/(m+1) {(m+3)/m+1)} …….(9.1-10)
Simpangan baku rata-rata periode ulang gempabumi adalah:
SD = {E(t2) – E2(t)}1/2 …………………………..(9.1-11)
2. Perubahan Vp/Vs dan parameter lainnya
Beberapa perubahan dapat dipakai sebagai precursor gempabumi. Telah dijelaskan diatas bahwa dari hasil eksperimen di laboratorium suatu batuan yang diberi gaya secara terus menerus suatu waktu akan patah. Sebelum batuan patah ternyata disekitar fokus patahan sebelumnya mengalami perubahan stress dan strain. Demikian pula pada kejadian gempabumi, lokasi disekitar hiposenter juga akan terjadi perubahan tegangan dan regangan, hal ini disebabkan karena terjadinya penumpukan / akumulasi energi sebelum dilepaskan menjadi gelombang seismik.
Dari teori yang telah dibahas pada bab-bab terdahulu bahwa stress dan strain terkait dengan perbandingan perubahan kecepatan gelombang primer (Vp) dan kecepatan gelombang skunder (Vs) atau Vp/Vs. Dalam kejadian gempabumi perubahan Vp/ Vs dapat diamati dan secara empiris biasa dihitung dengan menggunakan diagram Wadati yang telah dibahas pada bab terdahulu.
Dengan keterbatasan peralatan pengamatan stress dan strain di lapangan, penelitian di Indonesia tentang prediksi gempa masih dapat dilakukan dengan mengamati parameter ini.
Untuk mengamati perubahan Vp/Vs parameter yang diperlukan adalah perbedaan waktu datang gelombang s dan p atau (s-p) dan waktu tiba gelombang p kedua parameter ini tidak sulit di lakukan di stasiun pengamat gempabumi. Penelitian ini pernah dilakukan dengan menghitung kembali perubahan Vp/Vs sebelum terjadi gempa Ambon pada akhir tahun 1996 dengan magnitude sekitar 5,5 (Subardjo, 1998), ternyata mengalami perubahan Vp/Vs yang signifikan.
Penelitian yang sama telah dilakukan sebelumnya oleh Feng (1977), dia meneliti gempabumi Hsinfeng – Cina yang terjadi pada tanggal 19 Maret 1962 dengan magnitude 6,1 selama 11 bulan sebelumnya dan telah terjadi perubahan Vp/Vs sebesar – 11 %. Kemudian Sekiya (1977) juga melakukan hal yang sama pada gempa Kepulauan Izu – Jepang selama 11 tahun, sebelum terjadi gempa dengan magnitude 6,9 telah terjadi perubahan nilai Vp/Vs sebesar – 5%.
Perubahan Medan Magnet dan Resistivitas:
Medan magnet bumi menunjukkan perubahan sebelum dan sampai waktu terjadi gempabumi. Sedangkan harga resistivitas listrik batuan umumnya menurun pada saat terjadi gempabumi dan kemudian kembali normal.
Air Tanah:
Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa ketinggian dan temperatur air tanah naik sebelum terjadi gempabumi. Gordon mencatat kenaikan setinggi 2,9 cm pada sumur berjarak 110 km dari pusat gempabumi 1,5 jam sebelum gempabumi dengan magnitude 6,9 terjadi di Meckering tahun 1968.
Perubahan Radon:
Hasil pengamatan di beberapa tempat menunjukkan jumlah radio aktif radon bertambah dengan tajam sebelum terjadi gempa dan kemudian menurun secara cepat setelah gempabumi berakhir.
Gempa Mikro:
Gempa mikro yang banyak terdapat di daerah seismik aktif dapat dipakai sebagai indikasi akan terjadinya gempa utama. Pada umumnya aktivitas gempa mikro bertambah pada saat gempa utama akan terjadi.
Migrasi:
Pada tahun 1976 terjadi migrasi pusat gempa sepanjang jalur Mediteran berasal dari Itali dengan magnitude 6,9 merambat ke Ionian Yunani (6,7), Rusia (7,3), RRC (7,0), Mindoro (6,9), Sumatra (7,1), dan berakhir di Irian dengan magnitude 7,3.
Berikutnya deretan kejadian gempabumi terjadi tahun 1982 yang dimulai dari Atlantik Utara dengan kekuatan 6,0 bermigrasi ke Spanyol, Itali (6,1), Yunani (6,8), Iran (7,1), Todzhik (6,9), dan Burma dengan magnitude 6,4.
Injeksi Air:
Air yang dimasukkan kedalam tanah dapat mempengaruhi kegiatan gempa di daerah tersebut. Injeksi air sedalam 3800 meter di Colorado telah memicu terjadinya beberapa gempabumi. Hasil penelitian di daerah bendungan Saguling menunjukkan kenaikan aktivitas gempa mikro setelah pengisian air dibanding sebelumnya.
Ledakan Nuklir:
Ledakan nuklir yang diadakan di bawah permukaan bumi tercatat menimbulkan gempa-gempa susulan. Seismograf selain dapat menentukan lokasi dan kekuatan ledakan nuklir, juga pernah digunakan oleh Israel untuk mendeteksi mobilisasi tentara Arab dalam perang Arab-Israel tahun 1967.
3. Pengamatan Gempa Susulan
Gempa susulan (aftershock) merupakan proses stabilisasi medan stress ke keseimbangan yang baru setelah pelepasan energi atau stress drop yang besar pada gempa utama. Setiap gempa tektonik dangkal (kira-kira < 100km) selalu diikuti oleh dislokasi atau patahan. Dislokasi ini mengganggu keseimbangan medium sekelilingnya, sehingga dengan sendirinya muncul gempa lainnya yang merupakan proses keseimbangan baru. Proses ini bisa berlangsung beberapa jam sampai berminggu-minggu, tergantung pada besar gempa utama dan sifat batuan. Frekuensi dan magnitude gempa susulan ini umumnya menurun secara exponensial terhadap waktu (gambar 9.1).
Formula kurva penurunan frekuensi gempa susulan terhadap waktu dapat didekati dengan persamaan berikut:
Nt = No exp.(-b.t)……………………………………..(9.3)
Dimana Nt adalah frekuensi gempa susulan pada waktu t, No adalah frekuensi gempa susulan pada waktu awal dan b adalah konstanta attenuasi yang dapat ditentukan dengan regresi linier terhadap data yang ada. Waktu t yang dipakai bisa digunakan hari (24 jam), ½ hari (12 jam) selang 6 jam atau selang yang lebih kecil tergantung data yang ada. Prediksi berhentinya gempa susulan dapat ditentukan dari persamaan tersebut pada Nt = 0
Extrapolasi kurva frekuensi dan magnitude terhadap waktu bisa menjadi patokan perkiraan besarnya gempa susulan, sehingga bahaya dari gempa susulan ini menjadi sangat serius apabila gempa utama telah merusak struktur bangunan. Struktur bangunan yang sudah dirusak oleh gempa seperti susunan dinding, batu dan pilar yang tak mempunyai daya ikat lagi satu sama lain sehingga gempa susulan dengan MMI IV saja sudah cukup untuk merubuhkan bangunan.
Peranan peneliti gempa susulan baik dari BMG atau lainnya sangat diperlukan untuk melihat tingkat penurunan aktivitas gempa. Prediksi berhentinya aktivitas gempa susulan sangat diperlukan dalam pengambilan kebijakan pemerintah setempat untuk memulai kegiatan pembangunan dan rehabilitasi. Gempa susulan Bengkulu yang dilaporkan tim survei BMG menunjukkan penurunan aktivitas secara exponensial (gambar 9.1). Pada hari ke empat terdapat gempa susulan dengan skala Mw6.5 yang mengakibatkan kenaikan aktivitas kedua setelah gempa utama.
sumber: Pendahuluan Seismologi BMKG